ARIMA
(Autoregressive Integrated Moving Average)
Teknik analisis data dengan metode ARIMA dilakukan karena merupakan
teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting), dengan demikian ARIMA
memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan peramalan
jangka pendek yang akurat (Sugiarto dan Harijono, 2000). ARIMA seringkali
ditulis sebagai ARIMA (p,d,q) yang memiliki arti bahwa p adalah orde koefisien autokorelasi,
d adalah orde / jumlah diferensiasi yang dilakukan (hanya digunakan apabila
data bersifat non-stasioner) (Sugiharto dan Harijono, 2000) dan q adalah orde dalam koefisien rata-rata bergerak(moving average).
data bersifat non-stasioner) (Sugiharto dan Harijono, 2000) dan q adalah orde dalam koefisien rata-rata bergerak(moving average).
Peramalan dengan menggunakan model ARIMA dapat dilakukan
dengan rumus :
B :
Koefisien Regresi
Yt :
Variabel dependen pada waktu t
Yt-1 ... Yt-p : Variabel lag
et :
Residual term
W1 ... Wq :
Bobot
et-1 ... et-p : nilai
sebelumnya atau residual
Stasioneritas data
Data yang tidak stasioner memiliki rata-rata dan varian yang tidak konstan sepanjang waktu. Dengan kata lain, secara ekstrim data stasioner adalah data yang tidak mengalami kenaikan dan penurunan. Selanjutnya regresi yang menggunakan data yang tidak stasioner biasanya mengarah kepada regresi lancung. Permasalahan ini muncul diakibatkan oleh variabel (dependen dan independen) runtun waktu terdapat tren yang kuat (dengan pergerakan yang menurun maupun meningkat). Adanya tren akan menghasilkan nilai R2 yang tinggi, tetapi keterkaitan antar variabel akan rendah (Firmansyah, 2000).
Model ARIMA
mengasumsikan bahwa data masukan harus stasioner. Apabila data masukan tidak
stasioner perlu dilakukan penyesuaian untuk menghasilkan data yang stasioner.
Salah satu cara yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing). Metode ini dilakukan dengan cara mengurangi nilai
data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya. Untuk keperluan
pengujian stasioneritas, dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti autocorrelation function (correlogram), uji akar-akar unit dan
derajat integrasi.
a. Pengujian stasioneritas berdasarkan correlogram
Suatu pengujian sederhana terhadap stasioneritas data
adalah dengan menggunakan fungsi koefisien autokorelasi (autocorrelation function / ACF). Koefisien ini menunjukkan keeratan
hubungan antara nilai variabel yang sama tetapi pada waktu yang berbeda.
Correlogram merupakan peta / grafik dari nilai ACF pada berbagai lag.
Secara matematis rumus koefisien autokorelasi adalah
(Sugiharto dan Harijono, 2000:183) :
Untuk menentukan apakah nilai koefisien autokorelasi berbeda secara statistik dari nol dilakukan sebuah pengujian. Suatu runtun waktu dikatakan stasioner atau menunjukkan kesalahan random adalah jika koefisien autokorelasi untuk semua lag secara statistik tidak berbeda signifikan dari nol atau berbeda dari nol hanya untuk berberapa lag didepan. Untuk itu perlu dihitung kesalahan standard dengan rumus :
Dimana n menunjukkan jumlah observasi. Dengan interval kepercayaan
yang dipilih, misalnya 95 persen, maka batas signifikansi koefisien
autokorelasi adalah :
Suatu koefisien autokorelasi disimpulkan tidak berbeda
secara signifikan dari nol apabila nilainya berada diantara rentang tersebut
dan sebaliknya. Apabila koefisien autokorelasi berada diluar rentang, dapat
disimpulkan koefisien tersebut signifikan, yang berarti ada hubungan signifikan
antara nilai suatu variabel dengan nilai variabel itu sendiri dengan time lag 1 periode.
b.
Uji akar-akar unit dan derajat
integrasi
Sebuah tes stasioneritas (atau non-stasioneritas) yang
menjadi sangat populer beberapa tahun belakangan adalah uji akar-akar unit (unit root test). Stasioneritas dapat
diperiksa dengan mencari apakah data runtun waktu mengandung akar unit (unit root). Terdapat berbagai metode
untuk melakukan uji akar unit diantarnya dickey-fuller, Augmented Dickey
Fuller, Dickey-Fuller DLS (ERS), Philips-Perron,
Kwiatkowski-Philips-Schmidt-Shin, Elliot-Rothenberg-Stock Point-Optimal, dan Ng-Perron.
Dalam penelitian ini akan digunakan uji Augmented Dickey-Fuller untuk
menentukan apakah suatu data runtun waktu mengandung akar unit atau bersifat
non-stasioner.
Untuk memperoleh gambaran mengenai uji akar-akar ujit,
ditaksir model autoregresif berikut ini dengan OLS (Insukrindo, 1994; Gujarati,
1995 dalam Firmansyah, 2000) :
Dimana, DXt = Xt - Xt-t, BX = Xt-t, T = tren waktu, Xt = variabel yang diamati pada
periode t. Selanjutnya dihitung statistik ADF. Nilai ADF digunakan untuk uji
hipotesis bahwa a1=0 dan c2=0 ditunjukkan oleh nilai t
statistik hitung pada koefisien BXt pada persamaan diatas. Jumlah
kelambanan k ditentukan oleh k=n1/5, dimana n = jumlah observasi.
Nilai kritis (tabel) untuk kedua uji
terkait dapat dilihat pada Fuller, 1976;Guilky dan Schmidt, 1989 (Insukrindo,
1994:130 dalam Firmansyah, 2000). Runtun waktu yang diamati stasioner jika
memiliki nilai ADF lebih besar dari nilai kritis. Beberapa piranti lunak
ekonometrika seperti EViews, SPlus, dan R menyediakan nilai kritis ini setiap
kali kita melakukan running data.
Uji derajat integrasi adalah uji yang dilakukan untuk
mengetahui pada derajat berapakah data yang diamati stasioner. Uji ini mirip
atau merupakan perluasan uji akar-akar unit, dilakukan jika data yang diamati
ternyata tidak stasioner sebagaimana direkomendasikan oleh uji akar-akar unit.
Bentuk umum regresinya adalah :
Dimana, D2Xt=DXt-DXt-1,
BDXt=DXt-1, selanjutnya pengujiannya sama dengan uji
akar-akar unit. Jika pada derajat pertama ini data masih belum stasioner, maka
uji integrasi perlu dilanjutkan pada derajat berikutnya sampai memperoleh suatu
kondisi stasioner.
Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
0 komentar:
Posting Komentar