Tahapan tahapan metode ARIMA
Metode ARIMA menggunakan pendekatan iteratif dalam mengidentifikasi suatu model yang paling tepat dari berbagai model yang ada. Model sementara yang telah dipilih diuji lagi dengan data historis untuk melihat apakah model sementara yang terbentuk tersebut sudah memadai atau belum. Model sudah dianggap memadai apabila residual (selisih hasil peramalan dengan data historis) terdistribusi secara acak, kecil dan independen satu sama lain. Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah : identifikasi model, estimasi parameter model, diagnostic checking, dan peramalan (forecasting).
a. Identifikasi model
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa model ARIMA
hanya dapat diterapkan untuk deret waktu
yang stasioner. Oleh karena itu, pertama kali yang harus dilakukan adalah
menyelidiki apakah data yang kita gunakan sudah stasioner atau belum. Jika data
tidak stasioner, yang perlu dilakukan adalah memeriksa pada pembedaan beberapa
data akan stasioner, yaitu menentukan berapa nilai d. Proses ini dapat
dilakukan dengan menggunakan koefisien ACF(Auto
Correlation Function), atau uji akar-akar unit (unit roots test) dan derajat integrasi. Jika data sudah stasioner
sehingga tidak dilakukan pembedaan terhadap data runtun waktu maka d diberi
nilai 0.
Disamping menentukan d, pada tahap ini juga ditentukan
berapa jumlah nilai lag residual (q) dan nilai lag dependen (p) yang digunakan
dalam model. Alat utama yang digunakan untuk mengidentifikasi q dan p adalah
ACF dan PACF (Partial Auto Correlation
Funtion / Koefisien Autokorelasi Parsial), dan correlogram yang menunjukkan
plot nilai ACF dan PACF terhadap lag.
Koefisien autokorelasi parsial mengukur tingkat
keeratan hubungan antara Xt dan Xt-k sedangkan pengaruh
dari time lab 1,2,3,…,k-1 dianggap konstan. Dengan kata lain, koefisien
autokorelasi parsial mengukur derajat hubungan
antara nilai-nilai sekarang dengan nilai-nilai sebelumnya (untuk time
lag tertentu), sedangkan pengaruh nilai variabel time lab yang lain dianggap
konstan. Secara matematis, koefisien autokorelasi parsial berorde m didefinisikan
sebagai koefisien autoregressive
terakhir dari model AR(m).
Sumber : Gujarati, 2003
b. Estimasi
b. Estimasi
Setelah menetapkan model sementara dari hasil
identifikasi, yaitu menentukan nilai p, d, dan q, langkah berikutnya adalah
melakukan estimasi paramater autoregressive dan moving average yang tercakup
dalam model (Firmansyah, 2000). Jika teridentifikasi proses AR murni maka
parameter dapat diestimasi dengan menggunakan kuadrat terkecil (Least
Square). Jika sebuah pola MA diidentifikasi
maka maximum likelihood atau estimasi
kuadrat terkecil, keduanya membutuhkan metode optimisasi non-linier(Griffiths, 1993), hal ini terjadi karena adanya unsur moving average yang menyebabkan ketidak
linieran parameter (Firmansyah, 2000). Namun, saat ini sudah tersedia berbagai
piranti lunak statistik yang mampu menangani perhitungan tersebut sehingga kita
tidak perlu khawatir mengenai estimasi matematis.
c. Diagnostic Checking
Setelah melakukan estimasi dan mendapatkan penduga paramater,
agar model sementara dapat digunakan untuk peramalan, perlu dilakukan uji
kelayakan terhadap model tersebut. Tahap ini disebut diagnostic checking, dimana pada tahap ini diuji apakah spesifikasi
model sudah benar atau belum. Pengujian kelayanan ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara.
(1) Setelah
estimasi dilakukan,
maka nilai residual dapat ditentukan. Jika nilai-nilai koefisien
autokorelasi residual untuk berbagi time lag tidak berbeda secara
signifikan dari nol, model
dianggap memadai untuk dipakai sebagai model peramalan.
(2)
Menggunakan statistik
Box-Pierce Q, yang dihitung dengan formula :
Dimana :
n = jumlah sampel
m = jumlah lag, dan
ρk = nilai koefisien autokorelasi time lag k. Jika nilai Q
hitung lebih kecil daripada c2 kritis dengan derajat kebebasan m, maka model dianggap memadai.
(3) Menggunakan varian dari
statistik Box-Pierce Q, yaitu statistik Ljung-Box(LB), yang dapat dihitung
dengan :
Sama seperti Q statistik, statistik LB mendekati c2 kritis dengan derajat kebebasan m.
Jika statistik LB lebih kecil dari nilai c2 kritis, maka semua koefisien
autokorelasi dianggap tidak berbeda dari nol, atau model telah dispesifikasikan
dengan benar. Statistik LB dianggap lebih unggul secara statistik daripada Q
statistik dalam menjelaskan sample kecil.
(4)
Menggunakan t statistik untuk
menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Apabila suatu
variabel tidak signifikan secara individu berarti variabel tersebut seharusnya
dilepas dari spesifikasi model lain kemudian diduga dan diuji. Jika model
sementara yang dipilih belum lolos uji diagnostik, maka proses pembentukan
model diulang kembali. Menemukan model ARIMA yang terbaik merupakan proses
iteratif.
d. Peramalan (forecasting)
Setelah model terbaik diperoleh, selanjutnya peramalan dapat
dilakukan. Dalam berbagai kasus, peramalan dengan metode ini lebih dipercaya
daripada peramalan yang dilakukan dengan model ekonometri tradisional. Namun,
hal ini tentu saja perlu dipelajari lebih lanjut oleh para peneliti yang
tertarik menggunakan metode serupa. Berdasarkan ciri yang dimilikinya, model runtun waktu seperti ini
lebih cocok untuk peramalan dengan jangkauan sangat pendek, sementara model
struktural lebih cocok untuk peramalan dengan jangkauan panjang (Mulyono, 2000
dalam Firmansyah, 2000)
Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
0 komentar:
Posting Komentar